Gadis itu duduk sendirian dibangku pinggir jalan
yang tidak jauh dari sekolahnya. Ia terlihat sibuk mengetik sesuatu pada ponsel
miliknya.
“Aini ...” ujar seseorang yang seketika membuat gadis
itu mendongak.
“Kak Faris?” Aini berdiri, melihat kakak kelasnya
yang sendirian itu menuntun motornya. “Motornya mogok?” banya Aini.
“Nggak, bannya bocor,” jawab Faris. “ Katanya mau
jemput adikmu?”
“Tidak jadi. Ibu sudah menjemputnya,” balas gadis
itu. Ia lantas berjalan menghampiri Faris.
“Kenapa tidak dengan Kak Dimas?” tanya Aini lagi.
“Dimas sedang rapat osis.”
“Ya sudah aku temani saja,” ujar Aini seraya
menyamakan langkah kakinya dengan Faris.
“Nggak apa-apa ini?” tanya Faris tidak enak.
“Nggak kok,” balas gadis itu disertai dengan
senyuman.
“Sudah sejak kapan kau bersahabat dengan Dinda?” tanya Faris ditengah perjalanan menuju bengkel.
“Dari kelas sepuluh. Berarti hampir setahun
setengah,” ujar Aini.
“Oh. Aku kira sudah dari SMP. Kalian terlihat sangat
dekat.” Aini tersenyum kecil.
“Kalo kakak?”
“Dengan siapa?”
“Kak Dimas lah, siapa lagi,” ujar Aini sedikit kesal.
Ternyata Kak Faris bisa bercanda juga. Pikirnya dalam hati.
“Kami sudah sejak SMP.”
“Wah sudah lama ya. Sekitar enam tahun?”
“Begitulah.”
“Pasti kalian sangat dekat” Faris mengangguk
singkat. “Aku tidak bisa membayangkan kedua cowok bersahabat selama enam tahun.
Apa yang mereka curhatkan ya?” tanya Aini penasaran.
“Semuanya.”
“Apa? Termasuk masalah cinta?” gadis itu semakin
antusias.
“Eh, sudah sampai. Terima kasih Ai sudah mau
menemaniku. Aku akan mencarikan angkot untuk pulang,” ujar Faris.
“Tidak usah kak. Aku akan menemanimu saja sampai
selesai. Lagipula dirumah akan membosankan,” Aini menoleh ke arah samping tepat ketika Faris menatap gadis itu sekilas.
Bersambung ...
Bagikan
Senja dalam Setia (Bagian 5)
4/
5
Oleh
Nina Fitriani
Kritik dan Saran anda sangat dibutuhkan demi kemajuan blog kami..