Antara Cinta dan Jodoh (Pangeran dari Madinah) Part 6 - Oleh CKH

Antara Cinta dan Jodoh (Pangeran dari Madinah) Part 6 - Oleh CKH



Antara Cinta dan Jodoh (Pangeran dari Madinah) Part 6


“Sha, kau tau Mas Akbar?” Aisha hanya menggeleng kecil.

“Kau ini. Itu lho, yang baru kemarin lulus Magister di Universitas Islam Madinah. Kabarnya dia bakal jadi dosen disini,” lagi, gadis itu hanya mengangguk kecil mendengar penjelasan dari Nisa.

“Kau kok biasa saja sih?” Nisa mulai terlihat kesal melihat sahabatnya yang tidak terlalu antusias ini. Aisha menoleh,

“Apa aku harus berteriak-teriak? Toh sebentar lagi kita akan tau orangnya,” ujar Aisha santai.

“Ya nggak gitu juga, Sha. Kau kan punya mimpi buat lanjut S2 kesana, nah harusnya kau antusias karena ada orang yang bisa kau tanyai nanti,” Aisha tersenyum tipis.

“Ya, nanti aku akan bertanya,” 

“Aku nggak jamin kita bakal dapat kursi depan mengingat sepanjang perjalanan tak tampak mahasiswa berlalu lalang. Mungkin mereka sudah kumpul semua,”

“Ya sudah, ayo kita cepat jalan,” ujar Aisha mempercepat langkah kakinya diikuti pula oleh Nisa. Mereka berjalan menuju ruang auditorium, tempat berlangsungnya acara.

***

Muhammad Akbar Al Ghifari. Begitulah ia memperkenalkan dirinya. Sesosok laki-laki tinggi tegap, dengan hidung yang menjorok ke depan. Tidak terlalu putih namun juga tidak terlalu hitam. Suaranya yang berat terkesan berwibawa, dengan gaya bicara yang sederhana tanpa dilebih-lebihkan. Ada yang mengatakan jika Akbar adalah ‘Pangeran dari Madinah’ yang mampu membuat siapa saja terpesona terutama kaum hawa. Jika di novel Ayat Ayat Cinta karya Kang Abik (Habiburrahman El-Sherazy) ada Fahri, maka disini ada Akbar. Bedanya adalah Fahri lulusan Universitas Al-Azar Cairo Mesir, sedangkan Akbar lulusan Universitas Islam Madinah Arab Saudi.

Seisi ruangan terlihat hening, dengan khidmat mereka mendengarkan lantunan ayat suci yang dibacakan oleh Akbar. Merdu dan membuat hati siapa saja menjadi tenang.

“Dia teman masa kecilku. Mas Akbar,” bisik Aisha lirih tepat ditelinga Nisa setelah pembacaan ayat suci selesai. Gadis itu menoleh terkejut, matanya seolah mengatakan ‘kau serius?’
Mengerti arti tatapan itu, Aisha segera mengangguk cepat.

“Kami dulu sering bermain bersama, dan seingatku Mas Akbar dulu anaknya nakal dan jahil. Tapi sekarang dia begitu keren,” ujar Aisha sembari memandangi Akbar yang tengah berbicara diatas panggung sana.

“Jadi kalian begitu dekat?”

“Ya, tapi itu dulu. Sebelum Mas Akbar dan keluarganya pindah keluar kota. Sejak itu aku tak pernah tau kabarnya lagi hingga aku bisa melihatnya disini,”

“Dunia memang sempit. Setelah ini kau harus menyapanya, Sha,”

“Kalau dia masih ingat wajahku,” ujar Aisha ragu.

Acara berlangsung selama satu jam lebih, namun rasanya hanya sepuluh menit saja. Mungkin karena efek terlalu menikmati. Aisha dan Nisa berjalan keluar, mereka berencana shalat ashar dulu di masjid kampus sebelum pulang kerumah.

“Assalamualaikum, Aisha,” Aisha menoleh mendengar ada seseorang mengucapinya salam.

“Wa’alaikumsalam ....” gadis itu terdiam sebentar, mengerjap sekali sebelum melanjutkan bicaranya “Mas Akbar,” lanjutnya masih sedikit terkejut. Sedangkan Akbar hanya tersenyum tipis.

“Kau kuliah disini ternyata,” ujar Akbar disambut anggukan kecil oleh Aisha.

“Mas Akbar masih mengenali wajahku?” tanya Aisha yang langsung membuat Akbar tersenyum lebar memperlihatkan rentetan gigi-giginya yang putih dan rapi.

“Masih. Kau tidak ada perubahan sama sekali. Bedanya hanya sekarang kau sudah terlihat lebih tinggi,” ujarnya yang sukses membuat Nisa tertawa lirih. Akbar menoleh kearah Nisa, ia lantas menangkupkan kedua telapak tangannya sambil memperkenalkan diri.

“Muhammad Akbar Al Ghifari,” ujar Akbar

“Nisa Faiza Aqila,” balas Nisa seraya tersenyum tipis.

“Mari, kita sholat ashar lebih dulu,” ajak Akbar yang membuat kedua gadis itu mengangguk lantas mengikuti Akbar yang telah berjalan terlebih dahulu menuju masjid.

“Beruntungnya kau, ternyata dia teman kecilmu. Wah, kau bisa bertanya banyak nanti padanya tentang Universitas Islam Madinah,” ujar Nisa lirih yang disambut senyuman tipis oleh Aisha.


Bersambung

Baca selengkapnya