Antara Cinta dan Jodoh (Ta’aruf dan Surat Cinta) Part 8 - Oleh CKH



Antara Cinta dan Jodoh (Ta’aruf dan Surat Cinta) Part 8

Untuk pertama kalinya Aisha dandan. Bukan dandan sendiri, melainkan didandani oleh umi nya. Memakai bedak, lipstik, ice shadow, dan apalagi ia benar-benar tidak mengetahui semua benda yang dioleskan diwajahnya ini.

“Mi, kenapa harus repot-repot begini? No tabarruj, umi,” ujar Aisha masih memandangi wajahnya dari pantulan cermin.

“No tabarruj untuk yang bukan mahrammu, sayang,” ujar umi nya disertai senyum tipis.

“Tapi kan Mas Akbar belum menjadi mahramku, umi”

“Ya, tapi sebentar lagi. Sudah, setelah menikah, kakak harus sering dandan. Jangan no tabarruj terus. Dandan untuk suami itu pahala lho, kecuali diluar rumah,” ujar umi nya menasehati yang membuat Aisha hanya mangut-mangut.

“Nah, sudah. Ayo, calon suamimu sudah menunggu didepan.”

Entahlah, mendengar kata ‘calon suami’ seketika membuat dada Aisha bergemuruh. Akbar adalah anak laki-laki yang selalu menjahilinya dulu, yang kemudian hilang dalam kehidupannya, yang datang lagi dengan status baru sebagai almamater universitas impiannya, dan yang tiba-tiba datang membawa orang tuanya tanpa sepengetahuan Aisha untuk menghalalkan hubungan ini. Terlalu cepat dan begitu mengejutkan.

***

Seorang laki-laki yang menggunakan baju koko putih, dengan celana hitam panjang kini sudah berada dihadapan Aisha. Senyum tipis terukir dibibir laki-laki itu untuk Aisha. Gadis itu membalasnya, lantas kembali menunduk setelah sebelumnya menyalami calon mertuanya lebih dulu. Pakaian Akbar memang terkesan sangat sederhana, namun entah mengapa hal itu yang malah membuatnya semakin berwibawa dan mempesona.

Proses ta’aruf berjalan sangat lancar. Banyak yang mereka obrolkan, seperti kejadian waktu kecil Akbar dan Aisha yang sering bertengkar. Akbar yang selalu menjahili Aisha dan membuatnya menangis. Akbar yang dulu sangat nakal. Mereka semua tertawa mengenang masa kecil itu.

“Tapi sekarang Akbar berbeda, dia sudah jadi laki-laki dewasa yang mapan dan Insyallah sholeh,” ujar Abah Aisha dengan senyuman sembari memandangi calon menantunya itu. 

“Alhamdulillah, paman,” jawab Akbar tersenyum malu. Oke, disini Akbar sangat berbeda sekali dengan saat ia dikampus kemarin. Senyum malu-malunya, matanya yang sering mecuri pandang pada Aisha, dan kepalanya yang sering menunduk ketika Abah dan Umi Aisha memujinya.

“Aisha juga sekarang sudah jadi muslimah yang cantik dan cerdas,” ujar Abahnya Akbar menimpali sambil menatap Aisha. Sama seperti Akbar, gadis itu menjawabnya dengan senyum malu-malu.

“Alhamdulillah, Pakde,”

Tidak terasa hampir tiga jam mereka melakukan proses ta’aruf ini, meskipun hanya diisi dengan obrolan ringan tapi semua orang merasa cocok dan saling menikmati. Keluarga Akbar juga sudah izin pamit untuk pulang, sebelum itu Akbar memberikan sepucuk surat untuk Aisha. Surat dari calon suami.

***

Dengan hati yang sudah bergemuruh tidak karuan, Aisha membuka surat itu pelan. Menarik nafas panjang, ia lantas membukanya.

Assalamualaikum, Aisha ...

Kau pasti terkejut ketika Abahmu menyampaikan kabar jika aku akan menikahimu, bukan? Sebenarnya aku juga tidak tau jika akhirnya akan seperti ini. Pertama kalinya Abahku mengajakku kerumahmu, jujur aku sudah menyukaimu saat melihat fotomu didinding ruang tamu. Gadis kecil yang dulu selalu aku jahili, sekarang sudah menjadi seorang muslimah  dewasa. Mungkin terlihat aneh dan tidak masuk akal, tapi begitulah kenyataannya. Hati terkadang tak bisa dikendalikan oleh logika, Sha.

Aku sangat bahagia ketika orangtua kita ternyata memiliki niat baik untuk menjodohkan kita. Tanpa berpikir lagi, aku langsung menyetujuinya. Aku bersyukur, jika ternyata kau juga menyetujui niat ini.
Aku juga tau jika kau sangat ingin bisa melanjutkan studi di Madinah sepertiku. Abahmu sudah memberi tahu banyak hal tentang putrinya. Tapi sayang, universitas itu belum membuka pendaftaran mahasiswa S2 yang S1 nya tidak disana. Namun aku berjanji, setelah kita halal, aku akan membawamu kesana, yah meski sekedar berjalan-jalan.. Ke tempat imipianmu dan membawamu ketempat lain dimanapun yang kau sukai.

Aisha, maukah kau mencintai Allah bersamaku? Membangun surga kecil kita? Melaksanakan ibadah sesuai perintah dan sunahnya? Hidup bersama hingga maut yang memisahkan? Dan, bertemu lagi sebagai seorang pasangan abadi di surga Nya kelak? Menjadi bidadari dunia sekaligus bidadari surgaku?

Ana uhibbuki fillah ya, Aisha.

Wassalamualaikum...

Dari: Calon imammu, Muhammad Akbar Al-Ghifari.

Bulir bening tanpa sadar menetes dipipi Aisha. Ia tak menyangka ternyata Akbar menyimpan rasa padanya begitu dalam. Rasa yang sebentar lagi akan berlabuh pada tujuannya. Surat itu ditulis dengan begitu tulus, yang berhasil membuat hati Aisha tersentuh dan ia merasa menjadi orang yang sangat beruntung bisa dicintai laki-laki seperti Akbar.

“Mas Akbar, meskipun sekarang rasa itu belum tumbuh dihatiku, tapi aku berjanji akan belajar mencintaimu, dan aku mau mencintai Allah bersamamu, Mas,” ujar Aisha lirih sambil mengusap air matanya.


Bersambung

Bagikan

Jangan lewatkan

Antara Cinta dan Jodoh (Ta’aruf dan Surat Cinta) Part 8 - Oleh CKH
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Tertarik mengikuti Catatan Senja dan artikel tentang tips menulis, ngoblog, dan sastra terbaru? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.

Kritik dan Saran anda sangat dibutuhkan demi kemajuan blog kami..