Senja dalam Setia (Bagian 7)

Senja dalam Setia (Bagian 7)

Waktu telah bergulir hingga mata pelajaran terakhir, tapi sejak awal Aini terus saja tidak berkonsentrasi. Pikirannya tersita oleh banyak hal, tentang surat, tentang Kak Faris, tentang Kak Dimas, terlebih tadi pagi Kak Dimas mengiriminya pesan untuk pulang bersama. Haruskah menolak lagi atau menerimanya? Jika dipikir, jahat juga kalau terus-terusan menolak ajakan dari Kak Dimas.

“Ai, kau sakit? Sejak awal aku perhatikan kau terlihat lesu,” tanya Dinda yang segera menempelkan telapak tangannya pada kening Aini. Gadis itu hanya menggeleng kecil lantas tersenyum.

“Aku hanya sedang banyak pikiran,” ujarnya

“Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?” tanya Dinda lagi, ia khawatir.

“Tidak. Eh, nanti kau pulang sendiri ya. Aku akan diantar Kak Dimas.”

“Benarkah? Bagus deh kalo gitu. Akhirnya kau luluh juga, Ai.” Dinda tersenyum lebar “Tidak sia-sia usahaku selama ini. Aku tunggu kau selfie dengan Pak Boim, ya,” ujar Dinda kemudian. Ia bahkan menutup mulutnya karena menahan tawa. Aini hanya mempoutkan bibir kesal.

“Pulang bareng bukan berarti kami jadian. Jadi jangan senang dulu, DinDong.” Aini menjulurkan lidahnya sembari tersenyum.

“Aini! Dinda! Siapa yang mengijinkan kalian mengobrol begitu!” tegur Pak Harjo, guru kimia mereka yang juga killer seperti Pak Boim.

“Maaf Pak, kami tidak akan mengulanginya lagi,” ujar Aini dan Dinda bersamaan. Mereka kemudian segera mengambil pulpen dan menyalin tulisan yang ada di white board.

***

Disana sudah terlihat Dimas sedang menunggu Aini didepan pos satpam sekolah. Ia melambaikan tangannya ketika melihat kedatangan Aini dari jarak lima meter.

“Ayo naik,” ujar Dimas to the point. Aini mengangguk lantas menuruti perintah dari Dimas. Meskipun pada awalnya ia begitu risih karena pandangan siswa-siswi lain terhadapnya, tapi kemudian ia mengabaikan. Toh, mereka juga tidak ada apa-apa.

“Kakak sudah menunggu lama?” tanya Aini sebelum Dimas menyalakan mesin motornya.

“Tidak juga,” balas Dimas. Ia lantas melajukan kendaraannya. Meninggalkan halaman sekolah. 

“Ai, bagaimana jika kita mampir makan dulu?” ajak Dimas.

“Apa? Maaf aku tidak dengar, Kak.” Aini memajukan kepalanya kearah Dimas. Suara kendaraan yang cukup padat dan bising berhasil mengganggu pendengaran Aini.

“Bagaimana jika kita mampir makan lebih dulu?” ulang Dimas lagi dengan suara yang lebih keras.

“Ohh. Tapi aku baru saja makan, Kak. Dinda mengajakku ke kantin tadi. Maaf,” balas gadis itu apa adanya.

“Yasudah, temani aku ke toko buku saja. Gimana?” tanya Dimas lagi. Aini terlihat diam, hingga beberapa detik kemudian ia membalasnya.

“Boleh,” jawab gadis itu. Bola mata Aini tanpa sengaja menangkap kaca spion kanan motor Dimas. Sebuah cekungan tipis tercipta pada bibir tipis cowok itu.

Bersambung ...

Bagikan

Jangan lewatkan

Senja dalam Setia (Bagian 7)
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Tertarik mengikuti Catatan Senja dan artikel tentang tips menulis, ngoblog, dan sastra terbaru? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.

Kritik dan Saran anda sangat dibutuhkan demi kemajuan blog kami..