Tak
seharusnya aku hanya berdiam diri
Menunggumu
dari kejauhan tanpa kata
Meskipun
aku tau ini terkesan pengecut
Aku
masih berharap kau tidak menganggapnya begitu
Besok,
tunggulah aku ditaman belakang sekolah
Seusai
ekstrakulikuler PMR
From:
Pangeran “senja” mu
‘Aini tertegun. Surat ini lagi. Siapa sebenarnya
pangeran ‘senja’ itu?’
Matahari telah berada pada seperempat perjalanannya.
Aini masih diam, mengamati surat yang baru saja ia temukan di laci mejanya.
“Aku sudah membacanya.” Dinda tiba-tiba datang dari
arah belakang.
“Kau ini, mengangetkan saja.” Aini mendengus, lantas
melipat kembali surat itu dan memasukkannya ke dalam tas.
Ini sudah berjalan hampir dua bulan, namun Aini tak
pernah tau siapa pengirim surat itu. Tebakannya jika Kak Faris adalah sang
pengirim, sepertinya salah. Ya, karena mereka berdua jarang sekali
berkomunikasi, dulu Faris selalu mengobrol banyak pada Aini, tapi sekarang ia
cenderung diam, ia lebih memberikan senyum kecil saja saat mereka berpapasan.
Apalagi kini terdengar gosip, jika Faris tengah dekat dengan teman satu
angkatannya.
“Sudah, jangan dipikirin lagi. Besok kan pasti tau
siapa Pangeran ‘senja’ mu itu,” ujar Dinda. “Oh ya, besok aku boleh ikut?” tanyanya.
“Enggak usah deh kayaknya,” jawab Aini.
“Kenapa? Aku juga kepo kali.” Dinda tidak mau tau.
“Terserah kau saja. Tapi sembunyi ya.”
“Oke Aini ku ...”
***
Tepat seperti apa yang tertulis disurat kemarin,
seusai ekstrakulkuler PMR yang gadis itu ikuti, ia lantas menunggu Pangeran
‘senja’ dibangku taman belakang sekolah. Tentu saja ia tidak sendiri, ada Dinda
yang mengintipnya dibalik pohon mangga yang tidak jauh dari tempat duduknya
sekarang.
Lima menit gadis itu menunggu, belum ada tanda-tanda
seseorang menghampirinya. Hingga sebuah siluet tinggi tiba-tiba sudah berada
didepan mata gadis itu.
“Kak ..., Faris.” Aini lantas bangkit dari duduknya.
Ia sangat terkejut kenapa tiba-tiba ada Kak Faris. Apa jangan-jangan dia??
Faris tersenyum kecil, lantas meletakkan tas hitam
punggungnya disamping Aini.
“Pangeran ‘senja’ itu, aku,” ujar Faris. Aini masih
diam, ia mengerjapkan mata beberapa kali, bingung dan terkejut.
“Kak Faris ....” Aini tidak dapat melanjutkan
ucapannya. Sungguh, ini diluar dugaan.
“Maaf jika selama ini aku mengganggumu dengan
surat-surat itu. Sebenarnya aku tidak ingin, tapi keadaanlah yang memaksaku
untuk melakukannya,” ujar Faris.
“Aku tidak mengerti, Kak.”
“Aku menyukaimu, Ai.” DEG! Jantung gadis itu
seketika berpacu kencang. Ada desiran aneh dalam tubuhnya. Ia menunduk, bingung
harus menjawab apa. Ini terlalu tiba-tiba.
“Aku menyukaimu sebelum Dimas menyatakan jika dia
juga menyukaimu, Ai.”
“Aku ....”
“Mau tidak kau jadi pacarku?” Faris menatap Aini
lama, menunggu jawaban. Gadis itu masih saja diam. “Aini Az Zahra ....” Panggil
Faris.
“Tapi ... aku ... bagaimana dengan Kak Dimas?” tanya
gadis itu kemudian. Faris tersenyum kecil.
“Dia sudah tau semuanya.”
“Apa? Jadi?”
“Ya, Dimas yang menyuruhku mengatakan ini. Aku
menyukaimu, Ai. Bagaimana? Apa kau juga begitu?”
“Bukankah Kak Faris dekat dengan orang lain?” tanya
Aini.
“Aku tidak dekat dengan siapapun, Ai. Aku hanya
menyukaimu seorang. Mungkin ini membuatmu begitu terkejut. Jika kau tidak enak
karena Dimas, sungguh, Dimaslah yang memintaku untuk segera menyatakan perasaan
ini padamu ketika ia tau jika aku adalah seseorang yang mengirimmu surat itu.”
Deg! Jantung Aini kini berdegup lebih kencang lagi. Ia tidak tau harus menjawab
apa. Tiba-tiba saja ponselnya bergetar, ada pesan masuk.
From: Kak Dimas
Mungkin sekarang kau tengah bersama Faris. Aku sudah
tau jika ia adalah Pangeran ‘senja’ mu sehari setelah kau menanyakan perihal
surat itu padaku. Awalnya aku diam, aku tidak bisa menerima jika Faris ternyata
menyukaimu. Tapi kemudian aku sadar, aku salah, dan aku akan mengalah untuknya.
Kami telah bersahabat lebih dari enam tahun, aku tidak akan membiarkan
persahabatan ini kandas hanya karena cinta. Ai, bisakah kau menerima Faris?
Meskipun ini akan terasa sakit untukku, tapi aku pasti akan bahagia jika
melihat kalian bahagia seperti itu.
“Apa ada sesuatu yang penting?” tanya Faris yang
mendapati Aini diam setelah membaca pesan itu.
“Dari Kak Dimas,” ujar gadis itu
“Apa yang dia katakan?”
“Kak, kenapa waktu itu aku menolak Kak Dimas?”
pertanyaan tiba-tiba Aini yang mengubah topik pembicaraan mereka. Faris
mengernyit tidak tau. “Itu karena aku menyukai kakak.” Aini tersenyum kecil.
“Berarti?” gadis itu mengangguk hingga membuat
senyum Faris mengembang begitu lebar. Ia bahagia, ternyata seseorang yang
diam-diam disukainya juga menyimpan rasa padanya.
“Terima kasih, Ai,” ujar Faris tulus. Aini hanya
mengangguk dengan bibir yang masih memamerkan senyum bahagia.
“Banyak yang ingin aku tanyakan pada Kakak setelah
ini.”
“Tanya apa?”
“Kenapa Kakak bisa tau aku sangat menyukai senja?”
“Kalo itu ..., rahasia,” ujar Faris yang mendapat
poutan bibir kesal dari Aini. Mereka lantas tertawa bersama. Sedangkan Dinda,
gadis itu masih saja setia mengintip sahabatnya dibalik pohon mangga, enggan
untuk keluar meskipun kini ia tau bahwa mereka pasti telah jadian. Satu hal
yang paling Dinda takutkan, ia takut jika Aini menagih pertaruhan kemarin.
Pertaruhan jika Aini berpacaran dengan Dimas. Tapi nyatanya, Aini malah
berpacaran dengan Faris dan itu artinya ia kalah dalam pertaruhan ini.
Bersambung ...
Bagikan
Senja dalam Setia (Bagian 11)
4/
5
Oleh
Nina Fitriani
Kritik dan Saran anda sangat dibutuhkan demi kemajuan blog kami..