Senja dalam Setia (Bagian 10)

Senja dalam Setia (Bagian 10)

“Kak Faris?” tanya Dinda. Aini mengangguk singkat. “Tapi aku nggak begitu yakin,” ujarnya lagi.

“Dari semua kejadian yang kau ceritakan padaku, Kak Faris memang seseorang yang patut untuk dicurigai,” simpul Dinda. “Lalu apa yang akan kau lakukan selanjutnya?”

“Entahlah, aku ..., oh ya hampir lupa. Din, anterin aku ke kelasnya Kak Dimas.” Aini lantas bergegas memakai sepatunya.

“Ada apa? Kau berubah pikiran?” Dinda tersenyum jahil.

“Aku mau membayar hutang. Cepatlah, jangan berpikir yang macam-macam.” Aini menarik lengan Dinda untuk segera mengikutinya. Mereka memang baru saja selesai melaksanakan sholat dzuhur di musolla sekolah.

“Semoga saja Kak Dimas masih di kelasnya,” ujar Aini.

***

Kelas XII MIPA 1. Mereka berdua akhirnya sampai. Dan beruntung, didalam hanya ada Dimas dan Faris yang terlihat sedang membereskan buku dan alat tulis lain. Mungkin mereka baru saja selesai mengerjakan tugas.

“Ai, Din, ada apa kemari?” tanya Dimas pada mereka berdua.

“Terima kasih untuk pinjamannya kemarin, Kak,” ujar Aini lantas menyerahkan tiga lembar uang kepada Dimas.

“Terima kasih kembali.” Dimas menerima uangnya lantas tersenyum tipis. Seperti tidak pernah terjadi apa-apa.

“Ya sudah, kami akan ke musolla lebih dulu. Belum sholat dhuhur,” ujar Dimas. Aini dan Dinda mengangguk.

“Aku tidak yakin itu Kak Faris. Lihatlah, dia sedari tadi hanya diam dan tersenyum saja,” ujar Dinda tiba-tiba setelah Dimas dan Faris meninggalkan kelas.

“Aku pikir juga begitu. Kenapa dia berbeda dengan saat motornya mogok kemarin?”

“Atau mungkin karena disini ada Kak Dimas sehingga Kak Faris cenderung tidak banyak bicara?”

“Aku tidak tau. Sudahlah, ayo pulang. Jangan dipikirkan lagi,” ujar Aini. Ia lantas berjalan lebih dulu meninggalkan kelas.

“Ai, aku belum menanyakan kenapa kau menolak Kak Dimas. Apa ada orang lain yang kau sukai? Kenapa tidak memberitahuku?” tanya Dinda yang kini sudah berada disamping Aini.

“Itu rahasia.” Aini menjulurkan lidahnya. “Jangan lupakan dengan pertaruhan kita kemarin. Ingat! Ini sudah terikat perjanjian. Kau akan berdosa jika mengingkarinya.” Dinda langsung diam, padahal ia sudah berharap Aini akan melupakan pertaruhan konyol dan gila itu.

“Ai, ayolah. Lupakan masalah taruhan ini. Ya? Ya?” Rayu Dinda dengan wajah yang dibuat se’ngenes’ mungkin.

“Aku tidak mau,” ujar Aini masih dengan senyum yang mengembang.

“Ayolah, Ai. Tega kah kau akan mempermalukan sahabat sebaik dan secantik aku? Nanti bagaimana jika aku menjadi trending topic diseluruh sekolah? Nanti bagaimana jika para cowok-cowok disini menjadi ilfil padaku? Ah, bisa-bisa aku akan menjadi jomblo sampe lulus.”Aini tertawa melihat sahabatnya yang sedang merajuk itu. Masih tetap berjalan, ia mengacuhkan Dinda yang sedari tadi menempelinya seperti cicak.

Bersambung ...

Bagikan

Jangan lewatkan

Senja dalam Setia (Bagian 10)
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Tertarik mengikuti Catatan Senja dan artikel tentang tips menulis, ngoblog, dan sastra terbaru? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.

Kritik dan Saran anda sangat dibutuhkan demi kemajuan blog kami..