Januari dan Khayalan Nyata (Bagian 7)



Januari dan Khayalan Nyata (Bagian 7)

Dengan mengumpulkan sisa-sisa keberanianku yang tercecer, lalu aku berdiri dan mencari bungkusan kecil yang ayah berikan dulu. Mungkin ini bisa berguna nanti pikirku, entah kenapa aku juga membawa senter padahal di wc sudah ada lampu untuk penerangan. Aku melewati ruang makan dan selanjutnya gudang misterius yang ingin sekali aku ketahui isinya. Sunyinya malam dan suara jangkrik yang saling beradu sangat khas terdengar, mengingat letak wc yang berada di luar rumah membuatku merasa takut dan ragu-ragu ketika akan membuka pintu untuk keluar.

“Ah dari pada di tahan nanti malah jadi penyakit.” Pikirku

Krekk Krekk suara pintu yang terbuka memecah kesunyian, aku langsung lari menuju wc yang terbuka. Beberapa menit kemudian aku keluar dengan perasaan lega karena tidak ada sesuatu yang menakutkan terjadi lagi. Lalu aku iseng memainkan senter dengan menyorot pohon beringin di samping rumah kakek,

“Ku ku Kuntilanak.....” teriakku gagap dan seolah tidak percaya

Aku sangat terkejut ketika melihat wanita berjubah putih dengan rambut panjang terurai sedang duduk di dahan pohon. Ketika aku berbalik dan bermaksud untuk masuk ke dalam. Tiba-tiba lampu di halaman dan wc mati. Pintu juga tidak dapat di buka seolah ada orang yang menguncinya dari dalam. Aku tidak bisa melihat apapun, selain mendengar suara kuntilanak itu yang menggema di telingaku. Lampu senterku terus menyala dan mati dengan sendirinya, posisiku sekarang sedang berusaha membuka pintu berharap pintu terbuka dan aku langsung lari kedalam. Aku sangat takut, tubuhku terasa lemas, dan rasanya seperti pasrah saja. 

Ketika aku berbalik badan untuk sekedar memastikan, tiba-tiba wanita berbaju putih itu sudah tepat berada di depan wajahku yang aku taksir hanya beberapa cm saja bau melati yang sangat pekat tercium di hidungku. Aku pasrah saat itu dan rasanya imgin berteriak meminta tolong akan tetapi sekeras-kerasnya aku berteriak tidak akan mengeluarkan suara seolah-olah suaraku sudah dikunci atau habis, kuntilank itu terus melototiku dengan mulut yang bergerak seolah memarahiku. Dan juga tangan dengan kuku hitam dan panjang itu tak berhenti membelai wajahku. Mungkin sudah berlangsung 10 menit posisiku seperti ini, air mataku terasa semakin kering karena aku menangis tak henti-henti. Lalu aku teringat akan bungkusan kecil yang aku bawa tadi, lantunan surat ayat kursi aku baca dalam hati membuat tangan kananku sudah dapat di gerakkan. Cepat aku mengambil bungkusan itu dari saku kananku dan mengarahkannya ke wajah kuntilanak itu. Alhasil kuntilanak itu berhasil menghilang dan aku dapat bergerak sepenuhnya. Semua lampu sudah menyala lagi termasuk senterku. Kesempatan ini aku manfaatkan untuk berlari menuju ke dalam dan masuk ke kamar.

“Kenapa kau Jun kayak habis liat hantu aja?” tanya Kak Sam heran melihat badanku yang lesu dan mata yang menghitam karena lama menangis

“Hey kamu kenapa Jun? Kamu ngambek nggak di temani tadi? Sebenarnya kakak mau temani kamu tadi tapi kamu sudah keluar begitu saja.” Alasan Kak Sam 

Aku hanya terdiam dan berjalan menuju kasur menghiraukan Kak Sam yang sedang menanyaiku, lantas aku menarik selimut untuk menutupi wajahku. Kejadian tadi membuatku sangat shock dan lemas. Aku ingin sekali tertidur dengan cepat dan berjumpa dengan hari esok, tetapi apa daya aku masih terbayang bayang dengan wajah kuntilanak itu yang sangat menyeramkan dengan Wajah putih pucat dan mata yang hitam seakan bolong. Aku berfikir tentang kuntilanak yang satunya lagi, kenapa ia tidak muncul juga. Ah pikiranku kacau tidak dapat berfikir jernih, hanya kejadian tadi yang aku fikirkan.

“Ya sudah aku tinggal dulu kebelakang ya? Kamu lanjut tidur aja.” Ujar Kak Sam yang hendak membuka pintu untuk keluar

“Eh jangan kak, jangan kesana. Ada kuntilanak tadi di wc” Jawabku keras melarang Kak Sam untuk tetap disini menemaniku

“Kenapa? Kakak cuman sebentar kok. Ah ngayal kamu, dah ya.” Kak Sam berjalan keluar dan menghiraukan perkataanku

“Kakkk, tunggu!!!..” teriaku berlari mengikutinya menuju wc

Tak sadar aku mengikutinya sampai ke tempat dimana aku melihat dan di hantui oleh kuntilanak itu. Betapa bodoh dan takutnya aku setelah kejadian tadi sehingga tidak mau di tinggal sendirian. Dengan hal yang sekarang aku lakukan ini membuat aku jatuh ke dalam lubang yang sama. Tidak ada sesuatu yang aku pikirkan selain memikirkan dua kuntilanak tadi, sampai-sampai aku sempat berfikir untuk menamai kuntilanak itu Sartiah dan Sarinah. 

“Nah gitu dong temenin aku hehe. Tunggu disini aja.” Cengir Kak Sam kegirangan dan menyuruhku untuk menunggunya di bangku depan wc

“Mati deh, kenapa aku musti kesini lagi. Setelah hantu itu menggangguku dan pernyataanku yang tidak ingin menemaninya ke wc” gumamku dalam hati

Disini aku hanya menunduk, sampai menunggu Kak Sam selesai. Tidak ada hal lain yang aku lakukan selain itu. Tak lupa aku belajar dari pengalaman dengan memegang bungkusan kecil pemberian Ayah, dengan erat di depanku.

“Dengan ini hantu apapun juga nggak akan mendekat untuk menggangguku lagi.” Pikirku mantap dan tak sadar kalau aku telah berbuat syirik dengan mempercayai azimat

10 menit aku menunggu dan akhirnya Kak Sam keluar juga, kenapa Surti tidak mau menampakan diri lagi padahal dalam hati aku sudah menunggunya untuk menujukan eksistensinya. Ah dangkal sekali pikirku setelah kejadian dan ketakutanku ini, aku tak sabar untuk menunggunya muncul lagi?. Dengan posisi yang sama sekali tak berubah aku menunduk sembari berjalan menuju ke rumah. 

“Nah kan nggak ada apa-apa? Udah nggak usah cengeng gitu.” Ucap Kak Sam menenangkanku

“Iya.” Jawabku ketus
Aku ingat akan perkataanku tadi yang seolah mempercayai keampuhan azimat, segera aku mengucap istighfar dan menyadari kesalahanku. 

"Mungkin membaca beberapa ayat akan membuatku tenang." pikirku, lalu mengambil Al Qur'an saku yang  memang selalu aku bawa kemana-mana tetapi baru aku ingat.  Mungkin jin menggangguku bukan hanya dari wujudnya saja tetapi mengajakku selalu lalai untuk mengingatNya.

Setelah rasa kantuk yang mulai menghinggapiku, segera aku menutup Al Qur'an lalu bergegas untuk tidur dan berharap mimpi indah setelah peristiwa yang menimpaku tadi. Aku tahu itu egois tetapi dengan semua ketakutan itu tak salah kan aku meminta hal sekecil ini. Setidaknya ketika menyantap makanan utama yang kurang enak, selayaknya di tutup dengan desert yang lezat bukan? Hal itu untuk menutupi kekurangan santap malam walaupun sedikit.



Bersambung

Bagikan

Jangan lewatkan

Januari dan Khayalan Nyata (Bagian 7)
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Tertarik mengikuti Catatan Senja dan artikel tentang tips menulis, ngoblog, dan sastra terbaru? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.

Kritik dan Saran anda sangat dibutuhkan demi kemajuan blog kami..