Kisah Hijrahku : Hijab Syar’i itu, ternyata sangat nyaman



Kisah Hijrahku: Hijab Syar’i itu, ternyata sangat nyaman


Tertanggal pada 21 Agustus tahun 2015. Aku memantabkan diri untuk mengubah cara berpakaianku menjadi lebih tertutup dan Insyallah sesuai dengan syariat yang diajarkan dan dibenarkan oleh agama. Niatan ini sebetulnya telah mengakar sejak aku duduk dikelas sebelas SMA. Namun lagi-lagi, niatan itu belum kunjung terealisasikan, karena waktu itu aku masih sedikit ragu dan takut.

Bermula ketika aku sering kali merasa begitu senang dan nyaman. Dan (entahlah rasa apa lagi yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata :D), ketika melihat mbak-mbak (kakak-kakak) yang memakai hijab sampai menjulur hingga lebih dari bagian dada disertai dengan gamis sederhana yang mereka pakai. Sungguh, waktu itu aku selalu merasa iri, kapan ya bisa kaya gitu, kapan ya bisa punya temen-temen dan kakak-kakak yang memakai baju seperti itu. Aku sering membatin dan berkhayal.

Pernah suatu ketika aku menyampaikan keluh kesahku itu kepada guru BK. Tentu saja hanya melalui 
 tulisan. Aku masih ingat betul apa yang aku tulis waktu itu.

“Saya ingin sekali memakai hijab syar’i disekolah. Tapi saya takut diejek oleh teman-teman lain”

Berjalan satu bulan, aku tidak melakukan perubahan apapun. Setengah hati sangat ingin melakukan, dan setengah hati pula keraguan itu masih ada. Ya, karena aku hidup dalam lingkungan biasa. 
Lingkungan dengan teman-teman gaul yang selalu memakai baju trend-trend masa kini. Yang sangat berbanding dengan jalan pikiranku waktu itu.

Aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi, aku membuang rasa raguku hingga pada tanggal 20 Agustus, sore harinya setelah shalat asar, aku merangkap jilbab paris yang aku punya lantas memakainya. Aku langsung menunjukkannya pada ibuku, aku mengatakan bagaimana jika ke sekolah menggunakan jilbab seperti ini? Beliau setuju saja.

Merasa sudah diberi lampu hijau, tekadku makin bulat dan kuat. Tepat hari Jum’at, 21 Agustus 2015, aku berhasil menunaikan kewajibanku sebagai seorang muslimah. Karena ini pertama kalinya, aku jadi sedikit terlambat berangkat sekolah. Guru-guru sudah tampak mengajar dikelas. Dengan langkah kaki yang tiba-tiba saja ragu, aku memasuki kelas, dan alhamdulillah belum ada gurunya.

Dan apa yang terjadi padaku? Semua teman-teman memandangiku dengan ekspresi heran. Banyak sekali ucapan protes yang muncul dari teman-temanku terlebih juga teman sebangkuku. Waktu itu aku benar-benar merasa down, aku seperti tidak diterima dengan perubahan baruku ini. Ya, hanya satu temanku yang dengan terang-terangan mendukung hijrahku, namanya Dinda.

Istirahat pertama, aku sebagai wakil ketua kelas disuruh untuk mengembalikan buku ke perpus. Ini memang jadwal rutinku. Demi apapun, beranjak dari kursipun aku enggan apalagi harus keluar kelas. Setelah perdebatan panjang, akhirnya aku bersama kedua temanku mengembalikan buku bersama. Disepanjang perjalanan, semua mata memandangiku. Seolah menganggap bahwa aku ini anak baru, anak yang salah alamat, atau anak yang aneh mungkin. Aku terus menunduk, menghiraukan tatapan dari murid-murid lain atau adik-adik kelas. Ini memang lingkunganku, tapi aku merasa begitu asing didalamnya. Sampai suatu malam aku menangis, aku ingin kembali seperti dulu, sebelum hijrah. Aku tidak tahan jika setiap keluar kelas semua mata memandangku dan berbisik-bisik setelahnya. Aku tidak tahan dengan protes yang selalu diajukan oleh teman-temanku tentang gaya berpakaianku yang menurut mereka alay (astaugfirullah). Aku sempat berfikir untuk melakukan hal itu, tapi kembali lagi, aku merasa malu pada Allah. Mungkin hijrah akan membuatmu asing dimata manusia, tapi ketahuilah, kau sangat dekat dengan Allah. Kalimat itu berhasil memperkokoh prinsip hijrahku. 

Diawal mungkin terasa sangat berat, tapi lama-lama menjadi terbiasa. Teman-teman yang sering protes kini juga bisa mengerti, setiap keluar kelas juga tidak ada yang memandangiku seperti dulu. Semuanya sudah terbiasa.

Andai hidayah itu bisa ku beli. Akan ku beli berkeranjang-keranjang untuk aku bagi-bagikan kepada mereka yang aku cintai (Imam Syafi’i)

Aku sangat bersyukur, Allah memberiku hidayah untuk segera berhijrah. Aku baru mengerti jika hidayah sebegitu mahalnya. Ia lebih mahal dibandingkan harta, tahta, bahkan dunia dan seisinya. Ayo para ukhti... berhijrahlah sebelum malaikat izroil mencabut nyawa kalian. Jangan sampai kita menyesal karena terus menunda untuk melaksanakan kewajiban ini. Dan untuk ukhti yang sudah berhijrah, Keep Istiqomah. Jangan pernah takut melepaskan sesuatu yang kita senangi karena Allah, percayalah, Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik dan indah. Jazakumullah khairan katsiran :)

Nina Fitriani

Bagikan

Jangan lewatkan

Kisah Hijrahku : Hijab Syar’i itu, ternyata sangat nyaman
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Tertarik mengikuti Catatan Senja dan artikel tentang tips menulis, ngoblog, dan sastra terbaru? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.

Kritik dan Saran anda sangat dibutuhkan demi kemajuan blog kami..