Annabell & Annabelle (Bagian 1)

Annabell & Annabelle (Bagian 1)


Wanita anggun serta cantik itu pun berdiri, membantu pria gagah, tinggi, besar itu membawa nampan kue coklat yang juga besar hanya untuk gadis kecil kesayangan mereka.


"Ayo tiup lilinnya, Sayang!" ucap pria gagah seraya mendekatkan kue ke wajah gadis yang ternyata sedang berulang tahun ini.
"Baik!"


Satu tiupan, dua tiupan, tiga tiupan, namun lilin tak berujung padam. Sang gadis pun mendengus kesal, sebuah pikiran gemas teriup ke dalam otaknya. Bagaimana kalau dia tepuk saja lilin bandel ini hingga mati.

Gadis kecil menatap fokus lilin yang membentuk angka delapan seraya merentangkan tangannya lebar-lebar bersiap untuk menepuk lilin hingga benda bandel ini ma—


"Jangan begitu, Sayang." Cegah sang wanita anggun lembut.
Gadis kecil itu pun tak henti-hentinya memancungkan bibirnya. "Tapi lilin bandel ini tidak mau mati, Bu!"
"Hahaha!" sang pria gagah pun tertawa. "Bagiamana kalau kita tiup lilin ini bersama-sama?"
"Boleh, Yah!"


Sang gadis mengangguk senang, diikuti oleh senyuman setuju oleh wanita anggun. Pria gagah memberi isyarat untuk meniup lilin pada hitungan ke-5. Pada saat hitungan mundur mencapai angka satu, dengan bersemangat keluarga kecil itu meniup lilin bersama-sama.

"Yeeey!" gadis kecil berteriak senang.
"Benar kan apa kata Ayah?" 
"Benar Ya—" tiba-tiba gadis kecil tak bisa melanjutkan kalimatnya. "Uhuk! Uhuk!" tergantikan oleh suara batuk yang cukup parah.
"Sayang! Kamu tidak apa-apa sayang?" seru wanita anggun panik. "C-cepat ambilkan ramuan obat itu Henry!"

Dengan sigap pria gagah itu berdiri dan mengambil ramuan obat yang terletak di atas meja kecil, tepat di sebelah ranjang tidur gadis kecil. Gerakannya yang cepat, membuat jubah merah yang dikenakannya berkibar bagai bendera perang.

Sang Ayah lalu menuangkan ramuan berupa cairan dari dalam botol kaca putih tersebut ke sendok logam. Dengan perlahan, tangan pria gagah itu mendekat ke mulut anak gadis satu-satunya seraya mengucapkan.


"Buka mulutmu, Sayang."


Sang Ibu pun dengan penuh kelembutan memijat-mijat bagian leher anak semata wayangnya itu. Berusaha meredakkan batuknya yang tak kunjung berhenti.

Kelembutan seorang Ibu berhasil, batuk si gadis kecil mulai mereda. Kesempatan ini langsung digunakan Ayah untuk segera menyuapi ramuan obat  itu agar anaknya merasa baikan.


"Sudah baikan, Sayang?" seru Ayah dan Ibu bersamaan.
"Sudah tidak apa-apa kok. Ibu, Ayah." Sumringahnya lebar.
"Ingat kondisimu juga ya, Sayang." Nasihat sang Ibu,
"Sudahlah Trisha, Annabell kan sudah baikan." Ujar sang Ayah menenangkan istrinya. "Nah, Annabell. Kamu ingin hadiah ulang tahun apa untuk usiamu yang ke-delapan?"

Annabell tersenyum ceria. Saat ini adalah saat yang tepat untuk menceritakan permintaan yang sudah lama terpendam di hati gadis ceria berambut pirang itu.




Bagikan

Jangan lewatkan

Annabell & Annabelle (Bagian 1)
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Tertarik mengikuti Catatan Senja dan artikel tentang tips menulis, ngoblog, dan sastra terbaru? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.

Kritik dan Saran anda sangat dibutuhkan demi kemajuan blog kami..