Antara Cinta dan Jodoh (Keputusan Aisha) Part 7 - Oleh CKH



Antara Cinta dan Jodoh (Keputusan Aisha) Part 7

Setelah selesai melaksanakan shalat isya’ berjamaah, kini Aisha sudah duduk di sofa di depan Abahnya. Terlihat sang Abah menyeruput kopi hitamnya sekali, lantas menatap Aisha yang kini tengah membolak balikkan majalah.

“Kak?” ujar Abah Aisha yang lantas membuat gadis itu mendongak, menatapnya.

“Ya, Abah?” balas gadis itu sembari membenarkan letak duduknya.

“Abah mau bicara penting,” dahi Aisha berkerut bingung.

“Kemarin ada seseorang yang datang dengan orang tuanya ingin melamarmu.”

“Melamar?” tanya Aisha lagi memastikan. Abahnya hanya mengangguk lantas menyeruput kopi hitam ditangan kanannya. Diam-diam gadis itu tersenyum tipis, ini pasti Arif. Batinnya.

“Kenapa Abah tidak memberitahu Aisha?”

“Waktu itu kan kau masih dikampus. Dan kedatangannya kemari juga mendadak.” Aisha hanya mengangguk paham.

“Lalu Abah menerimanya?”

“Tentu saja. Siapa yang tidak ingin mendapat menantu seperti dia, yang sudah jelas kesholehan dan kemapanannya. Insyallah, dia bisa menjadi mahram yang mampu menuntunmu ke surga. Lagipula sebenarnya Abah telah menjodohkan kalian sejak kecil.” Aisha diam, mencerna kalimat Abahnya itu saksama. 

Menjodohkan sejak kecil? Siapa gerangan laki-laki itu? Jika Arif, tidak mungkin, karena ia baru bertemu dia saat SMA. Lalu? Menyadari putrinya diam, Abah segera menjelaskan.

“Dia putra dari Mas Husein, yang dulu selalu kau panggil Pakde. Anak laki-laki yang selalu menjahilimu. Kini dia sudah lulus S2 di Madinah. Tahfidz Qur’an juga meski baru 8 juz. Namanya Muhammad Akbar Al-Ghifari. Kau masih ingat, kan?” jelas Abah yang sukses membuat Aisha menunduk dalam. Ini tidak seperti yang ia harapkan. Ya, meskipun ia tau jika Akbar adalah sosok calon imam idaman, namun tetap saja gadis itu menyukai orang lain. Orang yang sudah ia tunggu dan orang yang sebentar lagi akan menghalalkannya.

“Abah harap keputusanmu tidak akan mengecewakan.”

“Tapi, bah. Aisha kan masih kuliah,” gadis itu berusaha mencari alasan yang cukup masuk akal untuk menolak lamaran Akbar. Abahnya hanya tersenyum kecil.

“Hanya itu kekhawatiranmu?” Aisha mengangguk sekali.

“Tidak masalah. Lagipula kampus tidak akan mengeluarkanmu hanya karena sudah ada ikatan, kan? nanti kau bisa belajar bersama nak Akbar. Ada yang menuntunmu, Kak,” ujar Abah Aisha. Gadis itu menunduk lagi.

“Minggu depan kita akan menentukan tanggal pernikahan.”

“Secepat itu?” tanya Aisha terkejut yang disambut senyum tipis oleh Abahnya.

“Ini namanya ‘Ta’aruf’, sayang. Niatnya jelas, tanpa berbelit-belit.”

“Tapi, Bah. Aisha ...,”gadis itu diam sejenak, ragu untuk mengungkapkan isi hatinya.

“Kenapa?”

“Tidak jadi.”

“Lalu kau setuju?” Ini adalah keputusan yang sangat berat. Menikah tidak sesimple ‘membeli toples lebaran’ yang sekali melihat, suka, lalu membelinya. Itu terlalu simplek, menikah untuk sekali seumur hidup. Menyatukan dua insan, dua keluarga dihadapanNya, saling berjanji untuk tidak menyakiti dan saling berusaha untuk sama-sama memperbaiki diri. Membangun surga kecil yang tujuan utamanya tentu saja mendapat ridho Allah dan melaksanakan sunah nabi. 

Anggukan kecil dari Aisha berhasil membuat sang Abah tersenyum lebar. Seperti senyum saat pertama kalinya adik Aisha lahir, delapan tahun lalu.

“Sini.” Abah menepuk-nepuk sofa disampingnya, mengisyaratkan gadis itu untuk duduk disana. Aisha lantas menurut. Pelukan itu langsung didapat oleh Aisha. Pelukan yang menurut ia paling hangat didunia. Tak bisa tergantikan oleh apapun dan siapapun. Ya, pelukan Abahnya yang sangat ia sukai.

“Tidak Abah sangka sekarang putri Abah sudah besar. Abah masih ingat sekali ketika kau pertama kali lahir dari rahim umimu, dan Abah membisikkan adzan ditelinga kananmu. Bayi kecil yang berhasil membuat Abah menangis bahagia. Saat kecil kau selalu menagis ketika terjatuh, selalu mengadu ketika ada orang lain yang menjahilimu, selalu memeluk Abah ketika senang karena mendapat ranking dikelas, dan selalu bercerita saat ada laki-laki yang kau sukai dengan disertai senyum malu-malunya. Tapi sebentar lagi mungkin putri Abah tidak akan melakukan hal itu lagi. Sudah ada orang lain yang akan memelukmu ketika bahagia, yang akan mengusap airmatamu ketika menangis, yang akan membisikkan kata semangat ketika putus asa, yang akan menciptakan senyum manis ketika senang. Abah tidak akan menjadi nomor pertama lagi dihatimu, tidak akan menjadi sosok ‘hero’ lagi. Meskipun Abah sangat sedih dan cemburu, tapi Abah tidak akan pernah menyesal, melepasmu pada laki-laki itu. Insyallah, dia akan membimbingmu lebih baik dari Abah.” Aisha merasakan bahunya basah. Apakah Abahnya menangis?

“Abah, tapi kau akan tetap menjadi laki-laki pertama yang Aisha kagumi dan sayangi,” ujar gadis itu sambil menahan suaranya agar tidak serak akibat menahan tangis. Meskipun matanya sudah mengeluarkan bulir bening sejak tadi. Abahnya hanya tersenyum, semakin mempererat skinship pelukan itu.


-Ayah adalah sosok laki-laki hebat, yang selalu mencintai putrinya tanpa syarat apapun-


Bersambung

Bagikan

Jangan lewatkan

Antara Cinta dan Jodoh (Keputusan Aisha) Part 7 - Oleh CKH
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Tertarik mengikuti Catatan Senja dan artikel tentang tips menulis, ngoblog, dan sastra terbaru? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.

Kritik dan Saran anda sangat dibutuhkan demi kemajuan blog kami..