Januari dan Khayalan Nyata (Bagian 5)

Januari dan Khayalan Nyata (Bagian 5)

Memang dari dulu Kak Sam dan Kakek sangat akrab, tetapi tidak denganku karena aku menganggap beliau menyeramkan dan misterius. Dulu Kakek menganggap aku punya bakat terpendam dan akan muncul suatu saat nanti. Beliau juga menceritakan hal-hal ghaib saat bersamaku padahal waktu itu aku masih kecil, jadi aku anggap semua itu adalah sebuah dongeng yang diceritakan oleh kakek. Mungkin sekarang saat yang tepat untuk mencoba akrab dan bicara dengan beliau.

“Jadi bagaimana tadi perjalanannya  lancar kan?” Tanya Kakek

“Iya ada sedikit masalah si kek, tapi Alhamdulillah lancar sampai tiba disini” Jawab kak Sam

“Kakek udah dengar semuanya dari Ayah kalian, jadi semoga kalian betah dan senang tinggal di rumah kakek. Kakek juga senang karena sekarang rumah kakek jadi rame.” Jawab Kakek

“Iya Kek mohon bimbingannya terutama buat Jun ya, soalnya Sam besok udah harus balik jadi nggak ikut tinggal di sini kek. Selasa udah berangkat kerja kek” Jawab Kak Sam

“Emang ngga bisa kerja di sini aja, bantuin kakek?" Tanya kakek.

“Sam pengin cari pengalaman hidup di kota kek, jadi jangan paksa Sam” Jawab Kak Sam dengan mantap

“Oh ya sudah jaga dirimu nak disana hati-hati dengan pergaulan bebas. Selalu ingat Allah di setiap perbuatanmu” Nasehat Kakek

Kumandang adzan Maghrib menjadi pertanda akhir dari percakapan kami dengan kakek. Segera kami pergi ke Surau/Masjid untuk melaksanakan sholat Maghrib berjamaah. Di kampung ini kakek bisa di bilang sebagai tokoh masyarakat  dan pemuka agama disini, jadi tak heran ayah sangat tegas dalam mendidik kami dengan ilmu agamanya.Tidak banyak kepala keluarga yang tinggal di desa ini mungkin bisa di hitung dengan jari saja dengan jarak rumah satu dan yang lainnya berjauhan seakan di batasi oleh hutan yang ada di kanan dan kiri rumah mereka .Uniknya di setiap rumah di pasang obor depan rumahnya masing-masing, seakan tidak ada aliran listrik yang mengalir sampai di desa ini. Walaupun sebagian besar jalan di sini belum di aspal tetapi akses jalan menuju desa ini cukup mudah. Itulah sekilas tentang kakek dan desa yang akan aku tinggali ini.

Bersama Kakek, Kak Sam, dan Astri kami berjalan menuju masjid yang kiranya hanya 200 meter dari rumah. Mengingat desa ini terletak di pegunungan hawa disini sudah terasa cukup dingin bagiku walaupun hari belum menginjak petang. Di perjalanan kami berbincang ria dan sesekali bercanda untuk memecah suasana, tetapi tidak berlangsung lama. Tiba-tiba aku merasakan hawa dingin yang tidak biasa setelah melewati batu besar di samping jalan. Aku juga merasakan perasaaan yang sama ketika melihat wujud Kakek di sumur tadi.

“Kok tiba-tiba aku merinding ya?” tanyaku heran

“Ah perasaan kamu aja kali Jun, semenjak dari masjid itu kamu jadi agak baperan ya? Haha.” Jawab Kak Sam meledek

“Iya nih Kak Jun, bercandanya jelek lah. Maghrib gini jangan nakut-nakutin ah.” Balas Astri dengan mata melotot ke arahku

“Hehe maaf mungkin cuman perasaanku saja” jawabku nyengir

Sementara itu aku lihat kakek hanya diam dan terus berjalan kedepan, tidak mengindahkan apa yang kami bicarakan barusan, mungkin kakek tahu sesuatu tapi menutupinya dari kami. Akhirnya kami sampai di Masjid lalu bergegas untuk sholat. Setelah sholat, dzikir dan berdoa kami pun tidak langsung pulang karena waktu sholat Isya akan datang . Iseng aku keluar dan berjalan jalan di sekitar masjid dengan maksud menghilangkan rasa bosan sembari menunggu Adzan Isya berkumandang.

“Hey kau kah itu Jun?” Seseorang di rumah seberang masjid menyebut namaku

“Ya saya sendiri?” Jawabku dan berjalan menghampirinya.

Di balik remang – remang nyala obor, terlihat seorang anak muda berambut kriting, perawakan tinggi putih yang sangat tidak asing di mataku. Karena rambut uniknya aku sapa dia kiwil saat dulu masih bermain dengannya.

“Ini aku Ali teman lama kau dulu pas tinggal disini.” Sahut dia sambil terseyum

“Eh ternyata kamu wil, tambah keriwil aja makin kesini.” Ledekku

“Ah masih, pake sebutan itu aja haha. Bagaimana kabar loe? Ngomong-ngomong katanya kamu sekolah di SMK Bersatu ya?” tanya Ali

“Haha iya li maaf, baik. Iya lho kok loe tahu ?” jawabku heran

“Kalem aja kali Jun, kata Astri kemarin pas ketemu. Wah berarti kita satu sekolah dong. Oke kita ntar berangkatnya bareng ya? ” ajak Ali

“Owalah, oke boleh lah sip.” jawabku

Akhirnya kami ngobrol tentang kekonyolan dan kenakalan yang pernah kami lakukan dulu. Tak terasa sudah beberapa menit dan sudah menginjak waktu adzan. Kami pun bergegas menuju ke Masjid untuk berwudhu dan selanjutnya menghadap kepadaNya. Sebelum pulang aku bercerita dengan Ali tentang batu besar itu dan tanpa ragu Ali membenarkan tentang apa yang aku ceritakan, bahwa memang disana ada penuggunya yang konon menyerupai sosok bayangan tinggi besar. Ali juga bercerita kalau jin itu termasuk jin kuat di desa ini. Dengan perasaan ngeri-ngeri sedap aku berjalan pulang bersama Kak Sam, dan Astri. Kakek tidak ikut pulang dengan kami katanya ada keperluan sebentar dengan Pak RT. Astri dan Kak Sam nampak asik berbincang-bincang sementara aku hanya diam dan waspada sambil mengawasi sekitar

"Ooy. kenapa lu diem aja Jun? kesambet tahu rasa lho."  tanya Kak Sam

"Eh ngga juga kok cuman..."


Pletok...Pletok.... suara itu menghentikan percakapan kami. Bisa di pastikan kalau suara itu adalah suara batu yang dilempar. Lantas kami pun berhenti sejenak dan saling memandang satu sama lain, lalu mencari sumber bunyi tersebut alhasil tidak ada apa-apa yang kami temukan karena kanan dan kiri kami hutan.Wussh Angin bertiup kencang seakan menghidupkan pohon-pohon di sekitar tetapi anehnya angin itu tidak terasa sampai kulitku. Akan tetapi hawa dingin itu kembali menghinggapiku tetapi sekarang bukan hanya aku yang merasakannya tetapi Kak Sam dan Astri juga. Bulu kuduk ku merinding ketika aku sadar bahwa kami berada beberapa langkah saja dekat batu besar itu .Dengan perasaan campur aduk aku mengambil langkah lebar dan lari sekencang-kencangnya . Huh lega rasanya ketika sampai di rumah, seketika aku tersadar telah meninggalkan Kak Sam dan Astri di belakang.

"Aduh bodohnya aku, kenapa aku tinggalin mereka sedangkan aku tidak pegang kunci rumahnya." gumamku dalam hati

"Sial mana disini gelap banget lagi." celetukku keras

Aku mencari kunci cadangan yang mungkin kakek sembunyikan di bawah atau di atas pintu, sayangnya tidak ada kunci cadangan dimanapun. Lalu aku iseng mengintip ke dalam rumah bermaksud untuk mencarinya di dalam rumah, tiba-tiba....


Bagikan

Jangan lewatkan

Januari dan Khayalan Nyata (Bagian 5)
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Tertarik mengikuti Catatan Senja dan artikel tentang tips menulis, ngoblog, dan sastra terbaru? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.

Kritik dan Saran anda sangat dibutuhkan demi kemajuan blog kami..