Januari dan Khayalan Nyata (Bagian 6)



Januari dan Khayalan Nyata (Bagian 6)

Aku mencari kunci cadangan yang mungkin kakek sembunyikan di bawah atau di atas pintu, sayangnya tidak ada kunci cadangan dimanapun. Lalu aku iseng mengintip ke dalam rumah bermaksud untuk mencarinya di dalam rumah, apadaya tiba-tiba kursi yang aku naiki goyang dan membuatku jatuh.
Gubrraakkk....

“Argh, astaghfirullah lagian ngapain juga aku cari di dalam. Kalau ada juga aku nggak akan bisa masuk ke dalam.” Erangku kesakitan dan menyadari betapa bodohnya diriku.

Alhasil kakiku terkilir karena menjadi korban kebodohanku, sementara aku memijat kakiku yang terkilir. Terdengar beberapa kali suara anak kecil yang seperti memanggil namaku, suara itu terasa sangat dekat walaupun lirih.

“Jun..Jun ayo main...


Deg jantungku berdegup kencang, bulu kudukku berdiri. Aku tengok kanan kiri dan ternyata tidak ada orang. Suara itu jelas di telingaku, aku duga sumber suara itu berasal dari samping rumah kakek yang notabenne rumah kosong. Tanpa berfikir lalu aku menutup telinga dan kedua mataku agar tidak melihat dan mendengar sesuatu yang aneh atau menakutkan..

“Hi hi hi hi.....


“Astaghfirullah emak, suara apa lagi itu. nggak ada kerjaan kali ya malam-malam setan gangguin orang.” gumamku dalam hati

Kali ini suara itu semakin dekat dan nyaring seperti suara kuntilanak yang tertawa di telinga kanan ku.. Perlahan aku beranikan membuka mata dan berharap tidak ada penampakan lagi di hadapanku. Sedikit demi sedikit mata ini mulai menganalisa sekitar dan....

“Baa, hahahaha.”  Kak Sam dan Astri kompak mengagetkanku

“Astaghfirullah, setaaaaaaaaaaan.” teriakku kaget lalu menyadari kalau aku sedang di jaili oleh duo kompak ini..

Mereka tertawa terbahak-bahak seakan puas dengan reaksiku yang memalukan itu. Di sisi lain aku merasa lega karena mereka berdua yang aku dapati/lihat bukan kuntilanak atau bocah kurang kerjaan yang mengajak aku main malam-malam begini.

“Jadi kalian juga yang iseng di perjalanan tadi, ngelemparin batu ke pepohonan.” tanyaku kesal

“Hehe maaf ya Kak Jun jadi kami tadi minta bantuan Ali, dia yang nglemparin batu ke pepohonan dan ke kita.” Jawab Astri yang masih terlihat menahan tawa dengan tangan mungilnya.

“Iyaa Jun maaf ya, kami cuman iseng aja. Lagian kamu tadi pas maghrib nakutin kami si jadi kena batunya.” Ujar Kak Sam dengan wajah puasnya

“Orang tadi aku nggak bohong kok, pas pulangnya juga aku merasakan hawa yang sama pula. Jangan-jangan suara anak kecil ngajak main dan kuntilanak Kak Sam juga?” tanyaku penasaran

“Yang merinding tadi juga kami bohong Jun, kami emang nggak ngerasain apa-apa. Nggak orang tadi kami cuman ngagetin kamu. Lagian lucu macam ada gempa aja nutup mata sama telinga. Ya kan As ? ” tanya Kak Sam

“Iya bener, terakhir kami cuman ngagetin kamu aja kok. Orang kita baru aja sampai.” Jawab Astri dengan polosnya

“Lah yang tadi suara siapa apa dong?” tanyaku heran dan hilang rasa legaku ketika mendengar pernyataan Kak Sam dan Astri.

“Udah nta aja ceritanya, kita masuk aja dulu.” ajak Kak Sam

Aku di bantu Kak Sam dan Astri bangun lalu masuk ke dalam rumah. Lalu kami berjalan menuju meja makan untuk makan malam. Sembari makan aku menceritakan kejadian tadi dengan Kak Sam dan Astri. Kak Sam hanya mengangguk dan serius mendengarkan setiap kata yang aku ucapkan tetapi beda dengan Astri yang seakan kejadian tersebut sudah biasa ia alami.

“Sepertinya kamu sudah biasa ya As?” tanyaku penasaran

“Iya dengan wajah setenang itu pasti kamu tahu sesuatu kan?” tanya Kak Sam juga

Tok tok tok.... Terdengar suara pintu diketuk..

“Ah nggak usah di pikirin. Nah itu Kakek sudah pulang, mending kalian tidur saja dulu. Besok kan Kak Sam mau pulang dan Jun berangkat ke sekolah baru jadi nggak boleh terlambat.” jawab Astri mengalihkan topik

“Oh iya benar juga kamu As, oke kami akan pergi tidur.” Jawab Kak Sam lalu menarikku masuk ke dalam kamar.

“Ehh, tapi kak...”

Aku sangat tidak puas dengan jawaban Astri tadi, namun sepertinya ada benarnya juga kata-katanya tadi. Lagi pula aku akan tinggal disini jadi masih banyak waktu untuk menanyakan soal itu padanya. Jam sudah menunjukkan pukul 11 tetapi aku belum bisa tidur juga, sedangkan Kak Sam sudah tidur pulas. Sekilas tentang deskripsi kamar yang sekarang aku tempati memilliki dua jendela yang satu menghadap ke hutan dan satunya depan rumah, tidak ada tempat tidur melainkan kasur yang di letakan di lantai . Ngerinya ada lukisan orang tua memakai pakaian khas tempo penjajahan belanda dulu dengan bercak darah di tubuhnya.

“Kak bangun kak aku pengin buang air nih, temenin dong.” Posisi sedang berusaha membangunkan Kak Sam

“Ah, kamu kan udah gede sana belajar mandiri kan bisa.” Jawab Kak Sam malas lalu lanjut tidur lagi

“Awas nanti kalau minta di temani ke belakang, bakalan aku biarin ente Kak Sam.” Gumamku dalam hati.

Dengan mengumpulkan sisa-sisa keberanianku yang tercecer, lalu aku berdiri dan mencari bungkusan kecil yang ayah berikan dulu. Mungkin ini bisa berguna nanti pikirku, entah kenapa aku juga membawa senter padahal di wc sudah ada lampu untuk penerangan. Aku melewati ruang makan dan selanjutnya gudang misterius yang ingin sekali aku ketahui isinya. Sunyinya malam dan suara jangkrik yang saling beradu sangat khas terdengar, mengingat letak wc yang berada di luar rumah membuatku merasa takut dan ragu-ragu ketika akan membuka pintu untuk keluar.

“Ah dari pada di tahan nanti malah jadi penyakit.” Pikirku

Krekk Krekk suara pintu yang terbuka memecah kesunyian, aku langsung lari menuju wc yang terbuka. Beberapa menit kemudian aku keluar dengan perasaan lega karena tidak ada sesuatu yang menakutkan terjadi lagi. Lalu aku iseng memainkan senter dengan menyorot pohon beringin di samping rumah kakek,

“Ku ku Kuntilanak.....” teriakku gagap dan seolah tidak percaya

Aku sangat terkejut ketika melihat wanita berjubah putih dengan rambut panjang terurai sedang duduk di dahan pohon. Ketika aku berbalik dan bermaksud untuk masuk ke dalam. Tiba-tiba lampu di halaman dan wc mati. Pintu juga tidak dapat di buka seolah ada orang yang menguncinya dari dalam. Aku tidak bisa melihat apapun, selain mendengar suara kuntilanak itu yang menggema di telingaku. Lampu senterku terus menyala dan mati dengan sendirinya, posisiku sekarang sedang berusaha membuka pintu berharap pintu terbuka dan aku langsung lari kedalam. Aku sangat takut, tubuhku terasa lemas, dan rasanya seperti pasrah saja. Ketika aku berbalik badan dan baa....

Bagikan

Jangan lewatkan

Januari dan Khayalan Nyata (Bagian 6)
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Tertarik mengikuti Catatan Senja dan artikel tentang tips menulis, ngoblog, dan sastra terbaru? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.

Kritik dan Saran anda sangat dibutuhkan demi kemajuan blog kami..