Diam itu, Lebih Tulus

Diam itu, Lebih Tulus



Aku mengerjapkan mata sekali, mengambil ponsel yang sengaja aku letakkan disamping bantal yang kini aku gunakan. Sudah jam setengah empat pagi rupanya. Bangkit dari kasur, aku ke belakang untuk mengambil air wudhu. Menunaikan shalat sunah yang sangat dianjurkan oleh nabi, shalat tahajud.

Berkumur, membasuh lubang hidung, membasuh muka, hingga yang paling terakhir membasuh kaki sampai mata kaki telah aku selesaikan. Aku lantas berdo’a.

Aku menggelar sajadah biru diatas lantai kamarku, memakai mukena putih pemberian ibu kemarin, lantas segera menunaikan ibadah shalat tahajud pada sepertiga malam ini.

http://annida-online.com/foto_berita/32taaruf-menuju-pernikahan-barokah.jpg
Jujur, berdo’a yang paling khusyuk adalah do’a ketika kita selesai shalat tahajud. Kenapa? Karena pada waktu itu kita merasa lebih dekat dengan Nya, lebih sunyi, dan lebih damai tentu saja. Dunia serasa milik berdua. Kita bisa sesuka hati mengadu dan meminta apa yang terjadi dan yang kita inginkan pada sang khaliq.

Aku tidak tahu ini sudah tahun keberapa doaku masih sama untuk dia yang jauh disana. Seseorang yang aku kagumi semenjak empat tahun lalu, seseorang yang berhasil mencuri seluruh perhatianku, seseorang yang selalu aku doakan diam-diam, dan seseorang yang selalu aku minta pada Nya untuk dijadikan sebagai tulang rusukku kelak.

Mungkin ini terlihat berlebihan, tapi memang begitulah kenyataannya. Aku bukan tipe orang yang mudah jatuh cinta, sekali aku jatuh cinta, aku bisa menjadi sangat setia.

_Jika Allah tidak menjodohkanmu dengan seseorang yang sering kau sebut dalam doamu, mungkin Allah akan menjodohkanmu dengan seseorang yang diam-diam sering menyebutmu dalam doanya. Dan sungguh, bicara tentang lawan jenis itu sangat menarik, namun mencintai dalam diam itu lebih tulus_

Itulah sebuah paragraf yang pernah aku baca. Aku sadar, jodoh itu sudah digariskan olehNya. Tapi, biarlah aku selalu berdo’a demikian. Jika seandainya Allah memiliki takdirku dan takdirnya sendiri, aku tidak apa. Merasakan pernah mencintainya seperti ini, membuatku cukup bahagia. Terlebih, dia seseorang yang selalu membuatku ingin menjadi hamba yang lebih bertaqwa lagi.

Teruntuk dirimu yang berada dibelahan dunia manapun,
Aku masih setia menunggumu disini.
Dengan penantian dalam diam yang tulus.
Selalu ku sebut kau, dalam setiap do’a yang kupanjatkan.

Aku mengusap wajah sekali, menutup doa dengan kata Amin. Mengambil Al-Quran, aku mengisi waktu setengah jam menuju subuh dengan membaca surat Ar-Rahman disusul dengan surat Al-Waqiah.

End_
Nina Fitriani

Bagikan

Jangan lewatkan

Diam itu, Lebih Tulus
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Tertarik mengikuti Catatan Senja dan artikel tentang tips menulis, ngoblog, dan sastra terbaru? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.

Kritik dan Saran anda sangat dibutuhkan demi kemajuan blog kami..